Selasa, 27 November 2012

Road to Moreah South East Minahasa


Komuntias Pers Liputan Pemprov Sulut (KPLPS) yang merupakan komunitas bagi semua insan pers yang meliput di kantor gubernur Sulawesi Utara berniat untuk membantu satu di antara anggota komunitas yang mencalonkan diri untuk menjadi Hukum Tua (lurah) di desanya.  

Berbagai hal mulai dilakukan mulai dari penggalangan dana hingga hal-hal yang sekiranya dapat memenangkan teman kami yang maju dalam pemilihan ini. Setelah melakukan rapat beberapa kali, akhirnya diputuskan bahwa KPLPS akan membawa bantuan berupa natura ke desa tersebut.
                                                                                                                                                             
Di grup BlackBerry Messenger, sudah diberitahukan bahwa Sabtu (17/11) akan menuju Desa Moreah. Begitu mendengar nama desa tersebut, spontan langsung aku mencari tahu tentang desa ini di mesin pencari Google. Ternyata di mesin pencari nomor satu ini mengeluarkan hasil bahwa Morea itu adanya di Ambon. Anehnya lagi ternyata Morea itu artinya belut raksasa.

Karena tidak menemukan Moreah di Google, saya mencoba mencari lewat Google Maps. Berpikir pasti ada daerah ini. Ya dugaanku memang benar. Google menemukan  Morea masih masuk Sulawesi Utara, tapi persisnya di mana tidak jelas. Terus mencari dan mencari, tapi tidak juga menemukannya. Gosh...di mana sebenarnya Morea ini....

Sesuai kesepakatan, semua anggota KPLPS yangn akan ikut dalam aksi ini berkumpul di Kantor Gubernur pukul 08.00 WITA. Mengapa lebih awal, karena perjalanan ini ternyata sangat panjang. Seorang teman sudah memposting foto kendaraan yang akan kita gunakan untuk pergi ke Morea. Naluri petualangan semakin bertambah ketika melihat satu Hardtop tahun 95 yang sudah dimodivikasi menggunakan ban berukuran 33 (gak ngerti soal otomotif hehehehehe), kemudian ada juga Jeep yang tak kalah vintage tapi performanya bisa diadu dengan mobil keluaran sekarang. Belum lagi ditambah Nissan Terano, Fortuner, dan  Escudo....

Perjalanan pun dimulai. Rombongan KPLPS dan Elang Nusantara bergerak dari kantor Gubernur Sulut. Rute yang dipilih adalah melewati Tomohon ke Langowann terus ke Ratahan dan menuju Moreah. Untuk ke Moreah, menurut temanku yang biro di Minahasa Tenggara, ada dua jalur yang bisa kita lewati. Jalur yang pertama yakni dari Ratahan kemudian ke Ratatotok baru ke Moreah. Namun menurutnya, jalur yang ditempuh itu cukup jauh. Selain itu, jalan menuju Moreah jika lewat jalur itu tidak bagus. Jalur yang kedua, menurutnya adalah lewat daerah Tombatu dengan waktu tempuh yang lebih singkat dan jalannya juga lebih bagus.

Rombongan pun ternyata lebih memilih jalur pertama. Jalan hotmix dari pusat Ratahan hingga menuju Ratatotok membuatku berpikir kalau apa yang disampaikan temanku itu tidak sepenuhnya benar. Ternyata oh ternyata apa yang aku pikir itu salah. Begitu tiba di pertigaan ada papan penunjuk jalan yang menjelaskan kalau lurus kita akan menuju daerah Buyat, sedangkan ke Moreah itu harus belok kanan.

Benar saja kata temanku. Begitu melihat jalannya¸dalam hati berkata wow ini kampung pasti  belum pernah dikunjungi pemerintah. Jalan menuju Moreah belum diaspal, masih berupa tanah liat dan ada seperti kerikil-kerikil. Sedikit terhibur ketika melihat ada papan proyek yang menjelaskan bahwa ini merupakan proyek pengaspalan. Ya rupanya mereka sedang melakukan pengerasan badan jalan. Namun sepanjang perjalanan ternyata jalannya sama saja seperti itu.  Jalan sempit, ada kubangan becek, kerikil...kondisi ini menantang para driver untuk bisa mengendarai mobil yang kami tumpangi dengan hati-hati dan konsentrasi yang tinggi.

Finaly kami tiba di Moreah...daerah yang kaya akan mineral ini memang jauh dari sentuhan pemerintah. Sebagian besar rumahnya berupa rumah panggung atau rumah adat Minahasa. Klasik, unik,  dan luar biasa. Ada juga beberapa rumah permanen yang dibangun. Konon katanya, mereka yang punya rumah permanen dan besar adalah pemilik tambang lebih dari satu.

Begitu tiba di rumah temanku yang mencalonkan diri menjadi Hukumtua atau lurah, kami disambut oleh warga yang merupakan pendukungnya. Ramah dan masih bersifat kekeluargaan. Itu yang bisa aku simpulkan ketika melihat pendukung temanku ini. Oh iya, dari tiga orang calon Hukumtua yang akan maju dalam pemilihan nanti, hanya temanku ini yang bukan orang berada alias memiliki ekonomi di bawah dua calon lainnya. Buktinya, ketika calon-calon lain menghabiskan uang mereka untuk mengumpulkan massa, di rumah temanku, malah pendukungnya datang dengan sukarela bahkan mereka sendiri yang membawa natura untuk dimasak bersama.

Semakin sore hawa dingin Moreah begitu terasa. Kami pun memilih untuk segera meninggalkan desa ini karena perjalanan yang akan kami tempuh jauh. Oleh masyarakat, kami diminta untuk mengambil rute Tombatu. “Lewat Tombatu saja, jalannya jauh lebih bagus daripada lewat Ratatotok,” ucap seorang bapak. Ya, dan kami pun setuju untuk mengambil rute tersebut. Dalam hati berkata, pasti jalannya sudah dihotmix atau minimal sudah diaspak meski kasar.

Tiba di penghujung kampung Moreah, aku pun berdecak kagum melihat jalan yang sudah hotmix. “Mulus banget, pantasan saja kami disuruh memilih jalur ini,” gumanku dalam hati. Namun kekagumanku terhadap jalan mulus tersebut langsung sirna. Ternyata jalan mulus itu panjangnya hanya kira-kira 100 meter, selebihnya jalannya masih dalam tahap pengerasan. At least memang lebih bagus dari jalan ketika kami datang.

Meski lebih bagus, namun bukan berarti konsentrasi harus turun dong. Karena jurang ada di kiri da kanan jalan. Setelah menempuh perjalanan hampir satu jam, kami tiba di sebuah kampung. Hmm kami harus menunggu karena ternyata dua mobil yang ikut dalam rombongan tidak kelihatan. Sudah hampir sejam kami menunggu, datang seorang bapak yang mengatakan,  satu di antara “nyonya tua” yang ikut mengalami kerusakan. Akhirnya satu mobil berisi teknisi diutus untuk melihat kondisi kerusakan mobil tersebut. Lama juga kami menunggu.

Dingin malam semakin menusuk. Rasa tidak nyaman mulai terasa, apalagi kampung tersebut tidak ada signal telepon. Sebagai orang yang agak freak sama internet, aku mulai “galau” . Dalam hati mengomel mempertanyakan mengapa sekarang sudah zaman teknologi dan informasi kok masih ada kampung yang tidak terjangkau signal telepon. Rasa tidak nyaman makin bertambah ketika satu per satu masyarakat bergantian datang menanyakan tentang keberadaan kami.

Wajar saja mereka begitu, karena tak lama lagi akan ada pemilihan umum kepala daerah di Minahasa Tenggara. Mungkin mereka berpikir bahwa kami adalah rombongan dari satu bakal calon yang akan maju di pemilukada nanti. Atau mungkin juga mereka berpikir kalau kami adalah rombongan teroris. Who knows. Tapi sambutan mereka hangat ketika kami mulai menjelaskan alasan menunggu lebih dari dua jam di kampung itu.

Beberapa teman pria dan Pak Pembina KPLPS diajak untuk meminum cap tikus. Kata si bapak yang mengajak, ini untuk menghangatkan badan saja. Gayung bersambut. Sambil menunggu teman-teman yang lain, mereka pun terus minum bahkan sampai rombongan mobil yang tadinya rusak datang mereka masih juga minum.

Kami pun akhirnya meninggalkan kampung itu dan melanjutkan perjalanan menuju Pinapalangkow. Kampung yang lumayan juga sih jauhnya. Di sana kami makan banyak durian. Setelah itu barulah pulang ke Manado.

Saking lelahnya, beberapa dari kami memilih tidur selama perjalanan. Tepat pukul 01.00 Wita tiba di Manado...Hufth...akhirnyaaa perjalanan yang menyenangkan.....


Jumat, 16 November 2012

I Miss You Pa..


Tulisan ini sebenarnya pengen posting tepat di Hari Ulang tahunnya papa, tapi karena kesibukkan kerja sampai agak terlambat di posting......



"Tgl 4 April....setahun yg lalu, kau masih mengajak kami untuk berdoa bersama. Kini kuhanya bisa mendoakan agar kau tenang di sana. Selamat Ultah ke-59 Papa....Miss u so much....^^"

Itu yang kutulis di status jejaring sosialku ketika jam menunjukkan pukul 00.00. Ya, hari itu tepatnya tanggal 4 April 2012, untuk pertama kalinya tidak ada perayaan ulang tahun papa. Masih jelas dalam ingatanku kejadian setahun silam. Kala itu, ketika jarum jam menunjukkan pukul 00.15 menit, Papa masih menjemputku di kantor. Dalam perjalanan pulang ke rumah, Papa hanya mengatakan " Nanti jam 5 Subuh, kitorang berdoa bersama neh untuk Papa pe Ultah. Nda usah pake hadiah, yang penting doa saja ".

Benar saja, tepat ketika  jarum jam menunjukan pukul 05.00, kami sekeluarga sudah kumpul. Setelah menyanyikan satu lagu, mama pun memimpin doa untuk papa. Hari itu, papa tak bisa berlama-lama karena harus menunaikan tugasnya. Padahal sudah kubilang Papa tak usah bekerja lagi, karena penghasilanku  bisa cukup untuk kelangsungan hidup aku, mama, dan papa. Tapi karena sudah terbiasa kerja, Papa tetap bersikeras meski itu hari ulang tahunnya.

Aku, Mama, dan Almarhum Papa
Kini Papa sudah beristirahat dengan tenang, tapi kenangan  bersamanya tidak akan pernah terlupakan. Apalagi, di sisa hidupnya Papa selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi keluarganya. Dan Doaku ketika pagi hari, tepat di jam yang sama...ku panjatkan doa semoga Papa bisa beristirahat dengan tenang di tempat peristirahatan terakhirnya.

Selamat Ultah Papa... kali ini tak ada lagi kue atau makanan cepat saji kesukaanmu yang biasa kubeli ketika pulang kerja...Bahkan...di hari ulang tahunmu, aku gak sempat ziarah ke makammu karena kesibukkan pekerjaanku. Tapi doaku selalu menyertaimu Pa.....

Miss u so much Dad....