Selasa, 02 Juni 2015

Seminggu Sudah Ma...Aku Harus Kuat


Hari ini, Selasa (2/6) seminggu setelah kepergianmu Mama menghadap Tuhan. Masih teringat jelas kejadian sepekan silam. Jam demi jam, menit demi menit, bahkan detik demi detik, yang kuhabiskan denganmu kala itu.

Hari ini, seminggu yang lalu, dunia serasa runtuh saat melihat mama tersenyum, senyum untuk terakhir kalinya. Hari ini, seminggu yang lalu, airmataku tumpah ruah, aku menangis sampai terisak. Hal yang paling jarang aku lakukan. Bahkan saat Papa meninggal aku tak menangis seperti ini. Hari ini, seminggu yang lalu, ingin rasanya menyalahkan diri sendiri karena tak mampu membuat Mama bertahan lama, ingin mempertanyakan keberadaan Tuhan yang seperti tak mendengar doa-doaku.
Seminggu sudah Ma kami tak bersamamu. Tak ada lagi senyum ceriamu yang menyambutku saat pulang kerja, tak ada lagi yang akan meneleponku setiap pukul 10 malam menanyakan keberadaanku meskipun Mama tahu kalau aku berada di kantor, tak ada lagi yang akan mendengarkan cerita-ceritaku tentang pekerjaan, tentang sahabat-sahabatku, dan tentu saja cerita-cerita kegelisahan hati tentang dia yang menjadi kesayanganmu.
Ma, sekarang tak ada lagi yang akan memintaku membawa sesuatu saat aku pulang hangout dengan sahabat-sahabatku, tak akan ada lagi yang menungguku pulang piket dan membuatkanku teh, tak  ada lagi sekuat instingmu yang begitu aku sakit perut langsung tahu kalau aku makan mi instan.

Ma....sudah seminggu...Rindu ini memuncak.
Tapi aku harus kuat...ya aku harus kuat. Seperti pesanmu saat Papa meninggal empat tahun yang lalu. "Jangan larut dalam kesedihan, jangan jadi seperti orang yang tak punya pengharapan dalam Tuhan". Ya itu pesanmu Ma...Katamu kala itu, seseorang yang dibentuk dengan pergumulan akan menjadi kuat.

AKU HARUS KUAT...sejak hari pertama kepergianmu, semua orang mengatakan bahwa aku harus kuat, harus bisa melanjutkan sisa kehidupanku. Kalau aku kuat, itu bisa membanggakanmu. Sahabat-sahabatku mengatakan bahwa hal ini diizinkan Tuhan terjadi dalam hidupku karena aku orang yang kuat, orang yang tegar menghadapi pergumulan. Jujur, walaupun aku tak sekuat yang dibayangkan atau dilihat orang-orang, tapi aku harus berusaha kuat.

KALAU BADAI SEBELUMNYA BISA KULEWATI, BADAI KALI INI PASTI BISA KULEWATI

Minggu, 31 Mei 2015

Badai Itu Berpindah Bulan Ma....

Beberapa tahun belakangan ini, tepatnya empat tahun terakhir, aku dan mama pasti menghadapi 'pergumulan' hidup. Kami menyebutnya "BADAI". Badai itu selalu datang di bulan April.

Empat tahun terakhir, bulan April seperti menjadi bulan menakutkan, bulan penuh pergumulan hidup, bulan penuh badai. Badai yang mengguncang hidup, bahkan terkadang menggoyahkan imanku dan mama.

Tahun 2011, awal badai itu dalam hidupku. 10 April 2011, saat Papa sakit. Sakit yang diderita Papa menguji keimananku dan mama. 12 hari Papa tak sadarkan diri, hingga akhirnya Papa dipanggil Tuhan untuk selama-lamanya. Bersama mama, kita melewati badai ini dengan aman dalam perlindungan Tuhan.

Tahun berikutnya, badai itu datang lagi di bulan yang sama. Ya, saat RENCANA BESAR dalam hidupku batal. Meski badai ini tak sebesar badai di tahun sebelumnya, tapi bisa membuatku terguncang. Badai itu ternyata berlanjut lagi di tahun berikutnya.

Di bulan yang sama, di  bulan Apri, aku dan mama harus diperhadapkan dengan masalah keluarga. Secara manusia, ini membuatku tak mampu, tapi kala itu Mama selalu mengingatkanku bahwa tak ada masalah di dunia ini yang tak bisa diselesaikan, bersama Yesus pasti bisa.

April 2014, hmmm ini mungkin badai kedua terbesar dalam hidupku. Sakit yang diderita Mama kala itu, membuatku nyaris kehilangan Mama. Selama Mama sakit, mungkin ini adalah sakit yang paling parah. Selama satu bulan, harus bolak-balik rumah sakit melakukan pemeriksaan. Tuhan masih memberiku kesempatan agar bisa memanfaatkan waktu bersama mama.

Tahun ini, di akhir bulan Maret, sebelum tidur, Mama memanggilku. "Ade ini sudah akhir bulan Maret, sebentar lagi bulan April. Siap-siap lah De, badai apalagi yang akan kita hadapi. Tapi yakinlah, kalau kita berserah kepada Tuhan, maka sama seperti sebelum-sebelumnya kita pasti bisa melewati badai ini," ujar Mama.

Bulan April pun tiba, di awal bulan, Mama mengajakku berdoa. Masih kuingat dengan jelas, saat ia mengucap doa meminta perlindungan Tuhan di sepanjang bulan ini, bulan 'keramat' bagi kami berdua. "Kami percaya Tuhan, setiap badai pencobaan yang datang menerpa kami, akan membuat kami tegar, menjadi pribadi yang lebih dekat denganMU".

Ternyata hingga akhir bulan April, tak ada 'badai' itu dalam kehidupanku dan Mama. Saat itu Mama mengatakan, kali ini Tuhan sangat sayang pada kita berdua sehingga tak ada badai seperti tahun-tahun sebelumnya.

Ternyata, badai itu belum berlalu dari hidupku. 26 Mei 2015, kondisi Mama makin memburuk. Suhu tubuhnya sudah tak normal, tekanan darah tingginya juga mulai naik dari sebelumnya 90/60.  Di ruang IRDM RS Prof Kandou, sejak siang tak sedetikpun Mama mau berpisah denganku, bahkan hanya untuk mengambil minum saja, ia tak mau.  Sampai harus pindah ke ruang perawatan.

Di ruang Anggrek 2 Kamar 214, saat Mama mulai tak sadarkan diri, kaki ini mulai goyah, hati ini tak menentu. Takut? Iya, takut banget bahkan. Takut kondisi terburuk akan menimpa Mama. Ternyata, yang kutakutkan terjadi juga. Mama menghembuskan nafas terakhirnya di depanku. Dia tersenyum...senyum yang akan terus kuingat.




Ya Tuhan, ternyata badai itu hanya berpindah bulan. Badai yang biasanya ada di bulan April ternyata berpindah di bulan Mei. Kali ini aku menghadapinya sendiri tanpa Mama. Tapi aku yakin, badai ini pasti bisa kulalui....Semoga badai kali ini bisa membuatku semakin kuat.

BADAI ITU BERPINDAH BULAN MA....

Sabtu, 25 April 2015

Thanks God, They’re My Friends

Sebelumnya, pernah menulis tentang arti seorang sahabat.  Semua orang pasti punya sahabat. Ada yang baru setahun, belasan tahun, atau bahkan puluhan tahun. Persahabatan tidak terjalin secara otomatis tetapi membutuhkan proses yang panjang seperti besi menajamkan besi, demikianlah sahabat menajamkan sahabatnya...hahahahaha...agak lebay ya perumpanaannya.

Persahabatan diwarnai dengan berbagai pengalaman suka dan duka, dihibur - disakiti, diperhatikan - dikecewakan, didengar - diabaikan, dibantu - ditolak, namun semua ini tidak pernah sengaja dilakukan dengan tujuan kebencian. Aku pun ingin menulis mengenai mereka yang kusebut sahabat.

Abineno BM a.k.a Mougly

Cinta akan alam bebas dan jurnalisme membuat kami menjadi sahabat. Dia yang selalu mengajarkanku banyak hal yang tidak kuketahui, bukan hanya soal bagaimana survive di hutan , tapi bagaimana juga bertugas sebagai seorang jurnalis yang insting 'Peduli Lingkungan' harus tetap dijaga.

Mougly, aku lebih suka memanggilnya demikian, dia bukan hanya seorang sahabat, but he is my soulmate (boleh dikatakan begitu). Mougly, bukan hanya menjadi partner liputan, tapi juga sosok yang mampu mengimbangi imajinasi-imajinasi konyolku. Kadang apa yang kita bicarakan itu gak masuk diakal, tapi itu membuat kita bahagia. Gak ada yang tersembunyi di antara kita, bahkan sampai password jejaring sosialpun saling tahu (hahahaha belakangan password sosmedku sudah kuganti semua). 


Kata siapa kita gak pernah bertengkar...kita pernah bertengkar untuk hal konyol (IMHO). Sumpah kalau ingat kejadian itu kita suka tertawa karena menyadari betapa bodoh dan konyolnya kita hahahhaa orang-orang sekitar kita juga pasti akan sama pemikirannya dengan kita kalau ingat kejadian itu.Drama konyol banget pokoknya. Tapi dengan pertengkaran itu justru semakin dekat, dekat banget malah.


Mougly juga sangat dekat dengan keluargaku, bahkan Mamaku tuh sayang banget sama dia, begitu juga almarhum Papaku. Dia sahabat terbaikku, tak akan pernah tergantikan...

Lynvia Gunde a.k.a Vya (Miranda)
Aku mengenal Vya pertama kali saat balik dari Bitung dan ditugaskan di DPRD Sulut. Aku yang newbie sering banget bertanya ke Vya yang sudah bertahun-tahun bertugas di DPRD Sulut. Tapi aku gak terlalu dekat kala itu, sampai akhirnya karena dia juga dekat dengan Ginna maka kami pun semakin hari semakin dekat.

Kalau disuruh mendeskripsikan soal Vya gak akan cukup satu halaman, hahahaha. Bagiku Vya itu sosok wanita yang luar biasa. Smart woman, ya Vya itu cewek yang pintar, menguasai bahasa Inggris dan Mandarin, banyak membaca, gak pernah berhenti untuk mencari tahu. Kalau orang lain ke luar negeri, pasti minta oleh-oleh cindera mata, kalo Vya sih mintanya hanya dibawakan majalah atau koran lokal dari negara tersebut. Dibaca dan dikoleksi pula. Kalau gak percaya, cobalah main-main ke tempat kosnya dan lihat tumpukan buku, novel, majalah, atau koran koleksinya.


Vya, tempat aku berbagi cerita, apalagi soal percintaan. Maklumlah, usia Vya dan aku beda hampir 6 tahun, dia orangnya dewasa banget dalam pemikiran. Kalau dua sahabatku yang lain lagi sibuk, orang yang paling sering jalan denganku adalah Vya. Bahkan, Vya juga yang mengajakku untuk gym. Walhasil, berat badanku sempat turun 15 kilogram meski sekarang naik lagi...tengkyu ma bestie...xoxo

Ginna Presya (Angie)
Ginna another smart woman in my life. Hahaha pertama kali mengenalnnya saat sama-sama menjadi peserta pelatihan wartawan baru di Tribun Manado. Dia kala itu jadi 'bintang' di kelas kami, karena selain berparas cantik, orangnya baik dan pintar. Sama seperti orang-orang yang heran mengapa saya menjadi jurnalis padahal lulusan Biologi, begitu juga Ginna. Dia lulusan Fakultas Theologia yang 'jalannya' memang harus jadi Pendeta. Tapi karena berbagai alasan dia memilih jadi jurnalis sebelum memulai pelayanannya.

Karena dia lulusan Theologia, sudah pasti dari segi keagamaan dia lebih 'matang' dariku hehehe. Ginna sering menjadi 'pengingat' bagiku jika terkait soal agama.

Meski seorang pendeta, tapi dia bukan tipe orang yang tak gaul. Dia termasuk pendeta gaul di denominasi mayoritas di daerah ini.  Pergaulannya yang sangat luas membuat dirinya menjadi pendeta yang open minded.  Tak jarang pula kami sering berbuat konyol tapi masih dalam koridor yang wajar.


Karena orangtua kami berasal dari Nusa Utara, Ginna sering memanggilku dengan sebutan 'Kuko' dan sebaliknya aku memanggilnya dengan sebutan 'Wawu'.

Yuliana Ranti a.k.a Princess Nunun
Sama seperti Vya dan Ginna, Yuli juga mantan jurnalis. Bertemu dan menjadi sahabatnya sejak masih di Media Sulut. Nunun, kami sering memanggilnya demikian, karena sifatnya yang enerjik tapi kadang dia seperti orang yang lupa ingatan, sama seperti terdakwa koruspsi Nunun Nurbaeti. Hahahahah

Tapi Nunun contoh cewek mandiri. Selepas dari menjadi jurnalis, ia memilih menjadi PNS, mengabdikan dirinya bagi negara ini. Sisi idealis semasa menjadi jurnalis masih melekat di dirinya. Bahkan ia seperti 'memaksa' adiknya untuk menekuni jurnalis.


Nunun itu jago make up. Setiap ada undangan kawinan teman, kita gak perlu bingung cari make up artist, cukup Nunun saja. Alat make upnya komplit bingits. Nunun juga orang sangat detail. Segala sesuatunya harus perfect sesuai dengan keinginannya. Terkadang sifatnya ini membuat kami jengkel tapi saat ditegur, dia mau menerimanya.


Carol, Rhea, Heidy, Indry
Mereka adalah sahabat-sahabatku untuk bertumbuh bersama di dalam iman. Suka duka di dunia pelayanan dijalani bersama. Tiga di antara mereka sudah menikah, tinggal diriku dan Carol saja yang belum.Ya kami masih sibuk dengan karir ini, tanpa memusingkan apa kata orang soal jodoh atau pertanaan 'Kapan Nikah'. Kita mah sudah kebal ya Yoi...



Balo, Clief, Mario
Mereka adalah sahabat-sahabat yang bertemu karena profesi kita sebagai Jurnalis di Tribun Manado.


Bersama mereka berbagi suka, duka, sampai berbuat konyol. Hal yang paling sering kita lakukan adalah nonton, nyanyi bareng, pulang pagi (tapi sekarang sudah gak pernah) dan hal terkonyol adalah kebiasaan tidur di parkiran.



Gang Lebar
Gang lebar adalah teman-teman berukuran plus di kantor seperti Nando, Om Onal, Yudhi, Om Epen, Bagong, Fariz, hahaha cowok semua ya. Kalau sama mereka tuh, saling hujat, ketawa, tapi kadang kita juga membicarakan hal-hal yang serius (kalo ini pasti soal kerjaan :p).



Terima kasih Tuhan  buat mereka yang sudah membuat hidup ini semakin berwarna. Semoga saja persahabatan kita terus terjalin. Thanks God.

Kamis, 23 April 2015

Jenuh

Ini bukan judul lagu Rio Febrian "Jenuh" tapi ini kondisi saya saat ini.

Kalau kata orang Manado sekarang ini sedang dalam posisi 'PASTIU' . Orang mungkin melihat saya setiap hari selalu tersenyum, atau selalu ceria, tapi mereka gak tahu kalau sebenarnya saya jenuh dengan keadaan saat ini.

Keadaan mana? Jelas bukan kehidupan pribadi saya tapi ini soal pekerjaan. Akhir-akhir ini saya merasa seperti orang yang mati kreativitas. Ini yang menjadi penyebab kejenuhan saya.

Saya tak mampu lagi berpikir hal-hal yang luar biasa, bagi saya, apa yang dilakukan belakangan ini hanya sekadar rutinitas biasa.

Mungkin benar kata beberapa teman dekat, bahwa saya harus keluar sejenak dari KOTAK rutinitas saya ini. Ya, saya kangen berjumpa hutan, kangen berjumpa dengan KERUCUT hasil karya spektakuler dari Sang Pencipta ini, kangen bertemu sungai....

Sudahlah....semoga saja rasa ini secepatnya bisa hilang...

Selasa, 21 April 2015

#selamatHariKartini


Sejarah bangsa Indonesia mencatat bahwa setiap tanggal 21 April diperingati sebagai hari Kartini. Ya, Raden Ajeng Kartini, pahlawan emansipasi wanita Indonesia. 

Sejak kecil kita diajarkan tentang bagaimana Kartini memperjuangkan kesetaraan perempuan. Sejak kecil pula kita sering melihat bahwa tiap peringatan Hut Kartini, perempuan-perempuan di Indonesia akan tampil sefeminin mungkin. Itu semua dilakukan sebagai bentuk penghormatan atas perjuangan Kartini. 

Pagi tadi, begitu membuka Twitter, #selamatHariKartini menjadi trending topik, artinya banyak banget yang ngetwit menggunakan hastag tersebut. Tak hanya di Twitter, tapi hampir di semua jejaring sosial mereka mengucapkan selamat Hari Kartini. Entah karena benar-benar paham tentang perjuangan Kartini atau hanya sekadar ikut-ikutan saja. 

Seberapa banyak generasi muda yang ingat dengan Kartini? Mungkin kalau ditanya sama ABG sekarang mereka lebih mengenal Nicky Minaj, atau Taylor Swift, Yoona SNSD, atau mungkin Syahrini yang setiap hari nongol di TV. 

Bagi saya pribadi, semangat dan ide cemerlang Kartini itu memang luar biasa dan pantaslah dia diakui sebagai pejuang emansipasi. 

Tapi, kita tahu bersama bahwa Kartini juga hanya manusia biasa. Kartini, harus mau dinikahkan dengan Bupati Rembang kala itu. Iya rela menjadi istri kesekian dari bupati tersebut. Inilah yang kadang membuat saya berpikir, kenapa seorang Kartini tak mampu melawan. Ia mampu melawan ketika harus dipingit. Harus tunduk kepada adat istiadat mungkin jadi alasannya.